Sabtu, 12 September 2015

Yakobus 3: 1-12


Khotbah, Minggu 15. Sesudah Trinitatis, 13 September 2015
Epistel. Mazmur 116 : 1 – 9 Ev. Yakobus 3 : 1 – 12 HT. V – X
Thema Minggu : Lidah Untuk memuji Tuhan bukan Untuk Mengutuk/
Lao Mamuji Tuhan do Dila ndang Laho mamurai
I. Pendahuluan
Kalau kita membaca isi surat Yakobus secara keseluruhan, maka kita akan dapat menemukan bahwa thema sentral surat ini adalah Iman yang sejati pasti akan menghasilkan perbuatan-perbuatan baik, dan atas dasar itu isi surat Yakobus sangat banyak memuat dan memberikan nasehat-nasehat praktis mengenai kehidupan Kristiani atau boleh dikatakan bahwa surat Yakobus ini adalah sebagai kitab yang memberikan petunjuk hidup mengenai cara hidup orang Kristen. Begitu indah surat Yakobus menyapa dan menyadarkan para pembacanya bahwa tidak cukup hanya membicarakan dan merumuskan iman Kristen itu, tetapi haruslah mengamalkannya. Itulah yang dimaksud ketika dikatakan, “Apakah gunanya, saudara-saudaraku, jika seorang mengatakan, bahwa ia mempunyai iman, padahal ia tidak mempunyai perbuatan?” (2:14). Jadi bukti realiatas iman itu harus dinyatakan dengan kehidupan yang berubah. Hal ini memang dilatarbelakangi adanya pemahaman orang Kristen Yahudi ketika itu, yang terserak ke seluruh wilayah Mediterania (sekitar Laut Tengah) karena penganiayaan. Karena tekanan dan penderitaan yang dialami membuat mereka tergoda untuk menerima apa yang sesuai dengan akal sebagai iman yang sejati. Surat ini mengingatkan bahwa iman yang sejati mengubah kehidupan. Jadi, dituntut supaya mempraktekkan iman itu melalui perbuatan. Mudah untuk mengatakan bahwa kita memiliki iman, tetapi iman yang sejati akan menghasilkan perbuatan-perbuatan penuh kasih terhadap orang lain. Hal itulah juga yang kita akan bahas dalam perikop khotbah ini, yakni supaya kehidupan orang Kristen sejalan antara perkataan dan perbuatannya, dan supaya perkataan dan perbuatannya dapat menjadi berkat dan memberkati orang lain.
II. Penjelasan
1. Peringatan Kepada Pengajar/ Guru (ay. 1-2)
Yakobus memperingatkan supaya janganlah banyak orang yang mau menjadi guru di tengah persekutuan orang Kristen Yahudi ketika itu. Alasannya adalah karena sebagai guru mereka akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Ada dua makna dan pengertian dari kata guru di sini. Yang pertama, Guru berarti Pengajar Firman Tuhan, kedua: Guru yakni orang yang suka menghakimi dan mengkritik. Dari dua pengertian guru tersebut dalam perikop ini hendak mengatakan supaya berhati-hati di dalam melaksanakannya, yakni jangan hanya mengajar dan memberi pengertian-pengertian ataupun penjelasan dalam bentuk kata dan pengetahuan saja apalagi yang hanya hendak menggurui tanpa dapat memberikan keteladanan dan contoh realitas hidup dalam tindak dan prilaku. Karena orang yang mengerti banyak dan mengajarkan banyak menggurui atau mengkritik banyak tetapi tidak menghidupinya, maka konsekwensinya akan dihakimi menurut ukuran yang lebih berat. Demikianlah peringatan Yakobus supaya jangan banyak yang mau jadi guru yakni yang hanya tahunya mengajar dan menggurui, menegur, mengkritik, dan menghakimi. Memang menjadi guru/ pengajar adalah profesi yang sangat dibutuhkan, dihargai dan dihormati di kalangan Yahudi Kristen ketika itu. Tetapi hati-hati sebagai guru yang benar haruslah serta merta dapat menjadi teladan untuk ditiru sebagaimana gelar itu dikenakan pada Yesus yang disebut Rabbi yaitu guru yakni sumber pengajaran hidup dan pengajaranNya itu dipercaya dan hidupNya menjadi teladan. Kalau Yakobus mengatakan “…janganlah banyak diantara kamu mau menjadi guru…” itu bukanlah berarti orang Kristen dilarang menjadi guru atau pengajar tetapi dengan membaca penjelasan berikut ternyata Yakobus hendak memperingatkan agar orang tidak memandang ringan peran guru tersebut dan makna lain dari kata itu supaya jangan ada yang mau memposisikan diri sebagai orang yang tahunya hanya menggurui dan mengkritik ataupun menghakimi orang lain dengan sembarangan karena itu Tuhan akan menuntut pertanggungjawaban yang lebih berat dan besar. Yakobus mengatakan kalau seseorang suka menghakimi maka perlu diingat bahwa Allah akan menghakimi dan tentunya Allahlah yang dapat menghakimi dengan adil dan jauh lebih besar dari manusia.
R e n u n g a n Melalui ayat ini kita diingatkan bahwa sebagai pengikut Kristus hendaklah kita hati-hati dalam setiap kata dan perbuatan sehingga dapat memberikan keteladan untuk diikuti dan ditiru orang lain. Ketika kita mengetahui lebih banyak maka biarlah kiranya itu diikuti dengan perbuatan yang lebih lagi dari mereka yang kurang mengetahuinya. Kalau kita tahu menggurui dan mengkritik maka hendaknya itu lebih diperlihatkan dan dinyatakan dalam perbuatan sikap untuk mudah ditiru daripada dengan kata-kata yang merusak dan menghancurkan. Karena apa yang kita inginkan diperbuat orang lain biarlah kita terlebih dahulu melakukannya lewat sikap dan perbuatan yang benar. Saat ini adakah kita diberi kesempatan untuk mengajar oranglain? Mungkin sebagai pemimpin, pemberita Injil, orang tua, atau sebagai pengajar professional. Mari memeriksa diri, apakah kita sudah layak dan pantas untuk digugu dan ditiru (filsafat Jawa . Guru= digugu dan ditiru) Tindakan dan perbuatan kita, dapat membawa orang-orang makin mengenal dan memuliakan Tuhan, atau sebaliknya, menjauh dan melakukan apa yang mendukakan hatinyaNya). Bahkan seorang Pengajar harus mau juga menerima pengajar dan menghidupi pengajaran, Tahu mengkritik dan mau dikritik dan menghidupi yang benar sebagaimana yang diinginkan ketika mengkritik oranglain.
2. Peringatan Dalam Memakai Dan Mempergunakan Lidah (ay. 3 – 12)
Ada 3 gambaran yang dipakai Yakobus untuk menggambarkan bagaimana Lidah dapat memberi berkat ( positif) dan bahaya dalam hidup ( negatif)
1. Kekang dan Kuda
Mulut kuda dipasang atau dikenakan kekang sehingga kuda dapat menuruti kehendak penunggangnya dan penunggangganya dapat mengendalikan seluruh tubuhnya. Gambaran ini hendak mengatakan perlu mengekang lidah untuk mengontrol dan mengendalikan seluruh perkataan kita sehingga tidak dipakai untuk mengeluarkan kata-kata yang merusak dan menghancurkan. Dengan mengekang lidah berarti Hidup dan perkataan kita dikendalikan oleh Tuhan dan kita dapat dipakai seturut dengan kehendakNya. Sama seperti kekang yang kecil dalam kuda tetapi punya dampak besar mengontrol dan mengendalikan seluruh tubuh kuda demikian lidah organ tubuh yang kecil dapat mempengaruhi dan memberi dampak besar dalam tubuh seseorang. Mengontrol lidah dengan benar akan memberi dampak yang benar dalam hidup kita.
2. Kemudi dan kapal
Kapal yang besar tentu dikendalikan oleh kemudi yang begitu kecil. Kapal itu dapat berlayar dan mengarungi samudra luas serta sanggup menghadapi gelombang dan angin tentu dikendalikan oleh juru mudinya dengan kemudi di tangannya. Gambaran ini hendak mengatakan bahwa lidah itu sangat mempengaruhi arah hidup seseorang. Yakobus hendak mengatakan supaya hati-hati dalam menggunakannya. Lidah harus dapat mengendalikan hidup untuk menghadapi segala persoalan dan dapat mengeluarkan kata-kata yang benar dalam mengarahkan hidup. Dengan lidah akan dapat menyesatkan dan juga mengendalikan seluruh tubuh.
3. Api dan Hutan
Yakobus menggambarkan Lidah dapat seperti api yang membakar hutan yang luas. Api yang kecil atau hanya bentuk percikan saja tetapi dapat menghanguskan dan merusak hutan yang luas. Demikian lidah organ tubuh yang kecil bisa merusak dan menghancurkan totalitas eksistensi seseorang ketika dipakai dan dipergunakan tidak benar. Contohnya dengan kata-kata fitnah, bohong, kutuk, kotor, dan kata negatif lainnya hal itu akan dapat menghancurkan dan membakar situasi kehidupan.
R e n u n g a n Pengendalian Lidah yang positif digambarkan dengan kekang dan kuda juga kemudi dan kapal sehingga dengan kekang dan kemudi yang kecil itu dapat baik kuda dan kapal dapat dipakai dan digunakan dengan baik sebagaimana yang diinginkan pemiliknya. Tetapi lidah yang disamakan dengan api yang membakar hutan menggambarkan hal negatif yang menghancurkan dan merusakan hidup dan persekutuan. Jadi Yakobus menyamakan kerugian yang ditimbulkan oleh lidah dengan api yang mengamuk. Lidah yang tak terkendali dapat menimbulkan kerugian yang hebat. Iblis memakai lidah untuk memecahbelah manusia dan mengadu domba. Ingat... Perkataan yang sembrono dan penuh kebencian, menggurui dan mengkritik dengan penuh kebencian apalagi menggosip dan menyebar fitnah akan cepat merusak, menghancurkan yang tentunya akan sulit dihentikan. Kita jangan sembarangan dengan perkataan kita dengan berpikir bahwa kita nanti dapat minta maaf, sebab meskipun kita bisa berbuat demikian, bekas luka itu tetap ada. Karena itu lebih baik “Jolo ni dilat bibir asa ni hatahon” artinya harus hati-hati menyampaikan dan mengatakan sesuatu. Sering beberapa kata yang diucapkan dengan kemarahan dapat menghancurkan hubungan yang memerlukan waktu yang bertahun-tahun untuk membangunnya kembali. Sering kata-kata itu mengutuk dan menghancurkan hidup orang, karena lidah kita atau kata kata kita lebih tajam dari pisau. Luka karena benda tajam akan mudah disembuhkan tetapi luka hati dan bathin karena kata-kata akan sukar dilupakan. Karena itu, yang menjadi identitas kita adalah perkataan-perkataan yang memberkati. Kita diciptakan menurut gambar Allah, tetapi lidah menggambarkan sifat dasar kita yang penuh dosa. Allah senantiasa memperbaharui kita untuk mengubah kita di dalam Yesus Kristus ketika Roh Kudus menyucikan hati seseorang Dia akan memberikan penguasaan diri supaya kita bisa mengucapkan kata-kata yang menyenang Allah. Sebelum berkata-kata mari kita pikirkan apakah kata-kata itu membangun, memberkati atau menjadi api yang akhirnya sulit dikendalikan dan dipadamkan?.
Pdt. Janto Sihombing, M.Th